Selasa, 24 November 2020

Makalah Politik Hukum Agraria (Kasus Illegal Logging Di Kepulauan Riau)

 

UAS POLITIK HUKUM AGRARIA

 

 



NAMA:

 

MUHAMMAD RIZKY

 

NPM:

 

201310097

 

JUDUL:

 

KASUS ILLEGAL LOGGING DI KEPULAUAN RIAU

 

JURUSAN:

 

ILMU PEMERINTAHAN

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.Makalah ini membahas tentang kasus Pembalakan Liar (Illegal Logging).

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Menurut Forest Watch Indonesia (FWI), deforestasi di Indonesia semakin tidak terkendali. Hal ini diakibatkan oleh sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi. Hal ini diperkuat dengan fakta-fakta sebagai berikut:
- Lebih dari setengah kawasan hutan di Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu

berdasarkan sistem tebang pilih. Banyak perusahaan HPH yang melanggar pola-pola tradisional

hak kepemilikan dan hak penggunaan lahan. Menurut klasifikasi pemerintah, saat ini hampir

30% dari konsesi HPH yang telah disurvey masuk kategori sudah terdegradasi.
- Hutan tanaman industri telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai

suatu cara untuk menyediakan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di Indonesia.

Hampir 9 juta ha lahan sebagian besar adalah hutan alam telah dialokasikan untuk hutan

tanaman industri.
- Lonjakan pembangunan perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit yakni 7 juta ha lahan

hutan telah dirubah untuk perkebunan.
- Pencurian kayu (illegal logging) turut memperburuk kondisi hutan dengan hampir 50-70%

kebutuhan kayu untuk segala macam keperluan didapatkan melalui illegal logging dan telah

menghancurkan 10 juta ha lahan hutan.
- Pada era 1985 – 1997 terjadi pembukaan lahan baru sekitar 4 juta ha hutan untuk dicetak

sebagai sawah baru tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan.
- Program transmigrasi sejak era 1960 – 1999 telah membuka lahan hutan sebagai tempat

pemukiman para transmigran sebesar 2 juta ha lahan hutan.

B.    Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang kasus pembalakar liar atau yang biasanya disebut illegal logging.

 

C.    Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberitahu kepada pembaca sekalian bagaimana caranya untuk menghadapi masalah pembalakan liar ini.

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Illegal Logging

Menurut FWI Simpul Papua, Illegal logging ada dua jenis yaitu : 1) yang dilakukan oleh operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang dimilikinya, 2) melibatkan pencuri kayu dimana pohon-pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang pohon.
Dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2001 (Tuti Budhi Utami, 2007) illegal logging adalah penebangan kayu di kawasan hutan dengan tidak sah.
Haryadi Kartodiharjo, 2003 (Tuti Budhi Utami, 2007) illegal logging merupakan penebangan kayu secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian kayu di dalam kawasan hutan negara atau hutan hak (milik) dan atau pemegang ijin melakukan penebangan melebihi dari jatah yang telah ditetapkan dalam perizinan.
Illegal logging berarti rangkaian kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu ke tempat pengelohan hingga kegiatan ekspor kayu tidak mempunyai izin dari pihak yang berwenang sehingga tidak sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, oleh karena dipandang sebagai suatu perbuatan yang dapat merusak hutan (Tuti Budhi Utami, 2007).
Operasi/kegiatan kehutanan yang belum mendapat izin dan yang merusak termasuk kategori illegal logging (LSM Indonesia Telapak, 2002).
Illegal logging meliputi serangkaian pelanggaran peraturan yang mengakibatkan ekploitasi sumber daya hutan yang berlebihan.Pelanggaran-pelanggaran ini terjadi disemua lini tahapan produksi kayu, misalnya pada tahap penebangan, tahap pengangkutan kayu gelondongan, tahap pemrosesan dan tahap pemasaran, dan bahkan meliputi penggunaan cara-cara yang korup untuk mendapatkan akses ke kehutanan dan pelanggaran-pelanggaran keuangan seperti penghindaran pajak (Wahyu Catur Adinugroho, 2009).
Selain illegal logging ada juga istilah pembalakan illegal, kerusakan hutan, pembalakan liar dan pembalakan yang merusak.Pembalakan illegal adalah semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengelolaan dan perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum Indonesia (Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch).
Kerusakan hutan menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik atau hayatinya, yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya.
Pembalakan liar yaitu rangkaian kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu ke tempat pengolahan hingga kegiatan ekspor kayu yang tidak mempunyai izin dari pihak berwenang sehingga tidak sah atau bertentangan dengan aturan hokum yang berlaku.Kegiatan ini dipandang sebagai perbuatan yang dapat merusak hutan.Suarga, 2005 (Topo Santoso, 2011).

Pembalakan yang merusak (destructive logging) yaitu penebangan hutan yang melanggar prinsip-prinsip kelestarian yang dilakukan oleh perusahaan kehutanan yang memiliki izin resmi dari pemerintah.(UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dalam Topo Santoso, 2011).
Berdasarkan pada beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa illegal logging adalah suatu kegiatan yang terdiri dari penebangan, pengangkutan, pengelohan dan pengiriman kayu yang dilakukan oleh secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan baik yang dilakukan secara pribadi maupun oleh badan usaha.
Laksono, 2004 (Tuti Budhi Utami, 2007) pemerintah sejauh ini hanya melontarkan untuk memberantas penebangan liar (illegal logging) maupun perdagangan kayu liar (illegal trading).Meskipun demikian, sejauh ini pemerintah tidak mempunyai konsep apalagi strategi kongkrit untuk memberantas penebangan liar.
Menteri Kehutanan, Prakosa (2002) tiap tahun negara diperkirakan mengalami kerugian hingga 31 Trilyun akibat illegal logging (pencurian, penebangan, peredaran serta perdagangan kayu secara illegal.
Luas areal hutan yang perlu direboisasi diseluruh Indonesia mencapai 43,111 juta hektar meliputi Pulau Jawa 111 ribu hektar serta di luar Pulau Jawa seluas 43 juta hektar. Idealnya, Pulau Jawa mempunyai hutan 30% dari luas daratan.Namun sampai saat ini baru 23% dikurangi lahan kritis yang mencapai antara 250 ribu ha sampai 300 ribu ha (Prakosa, dalam Kompas 5 Januari 2003).

 

B. Persoalan Illegal Logging Di Kepulauan Riau

 

Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan cukup luas. Hampir 90 persen hutan di dunia dimiliki secara kolektif dimiliki oleh Indonesia dan 44 negara lain. Bahkan, negeri ini juga disebut sebagai paru-paru dunia.Tapi kenyataannya banyak orang menyalahgunakan pemanfaatan hutan dengan melakukan illegal logging.penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Tingginya kasus ilegal logging di Indonesia juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah, sehingga menyebabkan bencana alam serta hilangnya sejumlah species keanekaragaman hayati.

Saat ini Riau didera masalah illegal logging yang berada di daerah pedalaman hutan Riau.Banyak masyarakat setempat memanfaatkan kayu untuk membuat aneka ragam jenis alat rumah tangga dan bahan pembuat kertas.Kayu masih menjadi primadona Pendapatan Asli Daerah. Produksi komersial mencakup produksi kayu dan olahannya, produksi sawit, serta perkebunan lain. jadi mereka mencari keuntungan lebih dengan cara curang seperti penenebangan pohon secara liar.

Penebangan hutan secara ilegal itu sangat berdampak terhadap keadaan ekosistem di Riau.Penebangan memberi dampak yang sangat merugikan masyarakat sekitar, bahkan masyarakat Indonesia maupun dunia. Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan hutan tidak hanya kerusakan secara nilai ekonomi, akan tetapi juga mengakibatkan hilangnya nyawa yang tidak ternilai harganya. Adapun dampak-dampak Illegal Logging sebagai berikut.

Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Kasus ilegal logging di Indonesia yang mencapai 50,7 juta m3 per tahun, menyebabkan negara menderita kerugian sebesar Rp30,42 triliun per tahun. Hal itu diungkapkan oleh Asisten Deputi IV Urusan Pertanian dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Bambang Purwono, Senin (23/8).Menurutnya kerusakan hutan terbesar terjadi di perbatasan Indonesia dan Malaysia.

Dari segi sosial budaya dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah.Hal tersebut kurangnya penegakan hukum atas permasalahan ini.Jadi banyak masyarakat berbuat sewenang-wenangnya tanpa memperdulikan akibat buruk dari kecurangannya itu.Masyarakat tetap hidup miskin dan menjadi korban atas kecurangan perilaku cukong-cukong yang pada akhirnya merekalah yang menikmati sebagian besar hasil usaha masyarakat.Inilah yang menimbulkan ketidakadilan sosial dalam masyarakat.

Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama adalah hilangnya sejumlah tertentu pohon  sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati.

Dampak yang paling kompleks dari adanya Illegal Logging ini adalah global warming yang sekarang sedang mengancam dunia.Global warming terjadi oleh efek rumah kaca dan kurangnya daerah resapan CO2 seperti hutan sehingga menyebabkan suhu bumi menjadi naik dan mengakibatkan kenaikan volume air muka bumi karena es dikutub mencair.

Wahana Lingkungan Hidup  Indonesia (WALHI)  menyatakan konversi hutan oleh sejumlah perusahaan masih berlangsung khususnya di Riau. Menurut  ketua WALHI Eksekutif  Nasional Muhammad Teguh Surya, saat ini ada sekitar 243.672  hektar hutan di Riau atau dari kubikasi kayu alam sebanyak 23.753.599 meter kubik yang siap dikonversi perusahaan kertas dan bubur kertas di Riau.

 

C. Landasan Hukum Tentang Kehutanan

 

Hukum kehutanan dimulai sejak diundangkannya Reglemen Hutan 1865, berturut-turut Reglemen Hutan 1874, Reglemen Hutan 1897, Ordonansi Hutan 1927, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PERPU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, dan terakhir adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan.

Semua produk hukum diatas merupakan hal khusus tentang kehutanan sehingga produk hukum kehutanan termasuk kategori les spesialis.
Menurut Tuti Budhi Utami, (2007) formulasi tindak pidana illegal logging dan penerapan sanksinya yang berlaku sekarang adalah sebagai berikut :
- Tindak pidana dibidang kehutanan dirumuskan dalam pasal 50 dan pasal 78 Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999,
- Subyek hukum illegal loging menurut UU 41 tahun 1999 tersebut adalah orang dalam

pengertian baik pribadi, badan hukum maupun badan usaha diatur dalam satu pasal yang sama

dengan pribadi sehingga badan hukum dianggap sama dengan pribadi.
- Ancaman pidana yang dikenakan adalah ancaman pidana yang bersifat kumulatif, pidana pokok

berupa penjara dan denda, pidana tambahan berupa perampasan hasil kejahatan dan atau alat-

alat untuk melakukan kejahatan, ganti rugi serta sanksi tata tertib.
- Pidana denda untuk korporasi belum dilengkapi dengan aturan khusus.
Olehnya itu, menurut Tuti Budhi Utami, (2007) bahwa untuk mengatasi hal tersebut maka kebijakan formulasi tindak pidana illegal logging yang akan datang diharapkan memuat secara jelas dan lengkap mengenai :
1. Definisi illegal logging,
2. Subyek hukum tindak pidana illegal logging (pribadi dan badan hukum atau badan usaha atau

korporasi dan pegawai negeri dirumuskan dalam pasal-pasal yang komprehensif,
3. Sanksi pidana hendaknya dirumuskan tidak secara kaku kumulatif, namun lebih fleksibel

dengan alternative atau kumulatif-alternatif.

 

D. Langkah-Langkah Yang Dapat Dilakukan Untuk Memberantas Illegal Logging


Dalam Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2002, langkah-langkah strategis Depertemen Kehutanan untuk mengatasi illegal logging adalah sebagai berikut:
1. Menerbitkan SK Menhut Nomor 541/Kpts-II/2002, yang antara lain isinya mencabut SK

Menhut Nomor 05.1/Kpts-II/2000, menghentikan sementara kewenangan Gubernur atau

Bupati/Walikota menerbitkan HPH/Izin pemanfaatan hasil hutan. Penerbitan SK Menhut ini

telah diperkuat dengan terbitnya PP. Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan kawasan hutan

yang antara lain mengatur kewenangan pemberian izin pemanfaatan hutan dan hasil hutan
2. Menerbitkan SKB Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.

1132/Kpts-II/2001 dan No. 292/MPP/Kep/10/2011 tentang Penghentian Ekspor Kayu

Bulat/Bahan Baku Serpih yang dikuatkan dengan PP Nomor 34 Tahun 2002 yang dengan

tegas melarang ekspor log
3. Melakukan kerjasama dengan TNI AL dalam pelaksanaan Operasi Wanabahari serta dengan

Polri dalam pelaksanaan Operasi Wanalaga
4. Kerjasama dengan negara lain, yaitu dengan penandatanganan MoU dengan Pemerintah

Inggris pada tanggal 18 April 2002 dan dengan RRC pada tanggal 12 Desember 2002 untuk

pemberantasan illegal logging dan illegal trade. Diharapkan kerjasama serupa dengan

Pemerintah Jepang serta beberapa negara lainnya akan segera menyusul
5. Memback-up operasi khusus di daerah sensitif seperti wilayah perbatasan, kawasan konservasi

dan taman nasional terpilih.
6. Secara bersama melakukan operasi dilaut dan perairan
7. Memberikan back-up data intelijen
8. Pengawasan yang ketat terhadap oknum TNI di lapangan yang bertindak sebagai backing

ataupun pelaku.
Menurut Majalah Intip Hutan, terbitan Juni 2004, solusi untuk mencegah tingkat kerusakan hutan di Indonesia adalah jika negara dengan aparatnya mengerjakan tugasnya menegakkan hukum dan memberantas korupsi, sementara pada saat yang sama LSM tak henti-hentinya mengkampanyekan penyadaran pentingnya penyelamatan hutan, dan konsumen kayu lebih peduli terhadap nasib hutan di Indonesia maka mungkin sekali kerusakan yang sudah separah ini bisa dicegah.
Bambang Setiono dan Yunus Husain, (2005) mengungkapkan jika pembalakan liar hanyalah suatu kejahatan yang melibatkan masyarakat miskin yang kehidupannya bergantung kepada hutan, sopir truk ataupun penjaga hutan yang bergaji kecil, kejahatan tersebut tidak akan sulit untuk dihentikan. Dengan keterlibatan penyokong dana pembalakan liar, yang biasa disebut cukong, industri kayu legal dan pegawai pemerintah, pembalakan liar menjadi masalah yang kompleks, tidak hanya bagi Indonesia tapi juga bagi komunitas kehutanan Internasional. Pendekatan penegakan hukum kehutanan yang dilakukan saat ini gagal menangkap otak dibalik pembalakan liar.Namun demikian, pendekatan penegakan hukum pencucian uang yang menggunakan pendekatan “mengikuti uang” dapat menjadi pilihan penting utnuk menghadapi aktor-aktor di belakang layar terjadinya pembalakan liar.Pendekatan baru ini mengharuskan bank dan penyedia jasa keuangan lainnya untuk lebih aktif dan hati-hati dalam menjalankan transaksi keuangan yang berkaitan dengan nasabah mereka. Nasabah bank dapat termasuk penyokong dana pembalakan liar, industri kayu, aparat penegak hukum, dan aparat pemerintah. Secara keseluruhan, penggunaan rezim anti pencucian uang secara efektif akan memberikan peluang untuk mendorong prinsip kehati-hatian perbankan dan pengelolaan hutan yang lestari serta untuk mengurangi kejahatan hutan.

 

E. Solusi Lainnya Menanggapi Illegal Logging Di Kepulauan Riau

 

1. Pemerintah Riau wajib menindak lanjuti kasus illegal loging ini dengan dasar hukum menurut

    UU Nomor 32 Tahun 2009 yaitu melakukan gugatan kerugian akibat kerusakan lingkungan

hidup.  Pemerintah harus menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar

ketentuan mengenai pengelolaan hutan. Misalkan dengan upaya pengawasan dan penindakan

yang dilakukan di TKP (tempat kejadian perkara), yaitu di lokasi kawasan hutan dimana

tempat dilakukannya penembangan kayu secara illegal. Mengingat kawasan hutan Riau yang

ada cukup luas dan tidak sebanding dengan jumlah aparat yang ada, sehingga upaya ini sulit

dapat diandalkan, kecuali menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat. Ini pun akan

mendapat kesulitan jika anggota masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan materiil dari

tindakan illegal logging.

2. Pemerintah harus menerapkan sitem reboisasi untuk penanaman hutan kembali. Menerapkan

sistem tebang pilih dalam menebang pohon.Manipulasi lingkungan serta pengendalian hama

dan penyakit juga bisa dilakukan untuk memulihkan kembali hutan di Indonesia.Penanaman

hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik karena bisa diprediksi. Sehingga, kebutuhan kayu

bisa diperhitungkan tanpa harus merusak habitat hutan alam yang masih baik.

3. Pemerintah Riau juga menghimbau dan mengajak  masyarakat terutama pada tiap-tiap

    sekolah  di Riau untuk mengajak siswanya melakukan  suatu sistem tanam seribu pohon.

    Pemerintah juga harus menyediakan fasilitas tanaman dan tumbuhan ke tiap-tiap sekolah yang

berada di Riau. Jadi dengan sistem ini akan mengurangi masalah wilayah yang tandus akibat

dari illegal Logging.

 

 

 

 

 

 

BAB  III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

Manusia dibumi ini sangat berperan penting dalam kelestarian lingkungan.Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya seperti tindakan Illegal Logging. Kita harus sadar bahwa tindakan illegal logging ini dapat menyebabkan kerugian besar bagi kita maupun anak cucu kita kelak. Jadi dari sekarang kita harus memulai usaha untuk ikut berpartisipasi dalam  pemeliharaan lingkungan. Sayangilah bumi kita sebelum bumi kita hancur akan ulah manusia yamg tidak bertanggung jawab.



 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Deforestasi dan Degradasi Hutan.FWI Simpul Papua.http://pdf.wri.org/indoforest_chap3_id.pdf

 

Ekosistem Hutan Sumatera Didalam “Hotspot” Keanekaragaman Hayati Sundaland, Critical System Partnership Fund. www.cepf.net/Documents/final.bahasa.sundaland.sumatra.ep.pdf

 

Tuti Budhi Utami, 2007. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging.
eprints.undip.ac.id/17562/1/TUTY_BUDHI_UTAMI.pdf

 

Bambang Setiono dan Yunus Husain, 2005. Memerangi Kejahatan Kehutanan dan Mendorong Prinsip Kehati-hatian Perbankan Untuk Mewujudkan Pengelolaan Hutan Yang Berkelanjutan: Pendekatan Anti Pencucian Uang. Occasional Paper Nomor 44. Center For International Forestry Research (CIFOR). Jakarta. www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-44i.pdf

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar