TUGAS MAKALAH
NAMA:
MUHAMMAD RIZKY
JUDUL:
PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI
MATA KULIAH:
PENGANTAR ILMU ANTROPOLOGI
JURUSAN:
ILMU PEMERINTAHAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
........................................................................................
i
DAFTAR ISI
...........................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
.................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah.............................................................................
2
C. Tujuan ...............................................................................................
3
BAB
II KERANGKA TEORI
A. Pengertian Antropologi
.................................................................... 4
B. Pengertian Budaya
........................................................................... 5
C. Hubungan Antropologi dan Budaya
................................................ 6
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Antropologi
............................................................. 9
B. Antropologi Sosial Budaya
.............................................................. 12
C. Pengaruh Budaya Dalam Perkembangan Antropologi
.................... 14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................
16
B. Saran..................................................................................................
17
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang proses
Perkembangan Antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan Budaya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan
dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif
dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita sekalian.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang
filsuf China; Lao Chai, pernah berkata bahwa suatu perjalanan yang bermil-mil
jauhnya dimulai dengan hanya satu langkah. Langkah manusia yang disebut filsuf
itu tak lain adalah antropologi. Benda apa yang disebut dengan Antropologi itu?
Beberapa atau bahkan banyak orang mungkin sudah pernah mendengarnya. Beberapa
orang mungkin mempunyai ide-ide tentang Antropologi yang didapat melalui
berbagai media baik media cetak maupun media elektronik. Beberapa orang lagi
bahkan mungkin sudah pernah membaca literature-literature atau tulisan-tulisan
tentang Antropologi.
Banyak
orang berpikir bahwa para ahli Antropologi adalah ilmuwan yang hanya tertarik
pada peninggalan-peninggalan masa lalu; Antroplogi bekerja menggali sisa-sisa
kehidupan masa lalu untuk mendapatkan pecahan guci-guci tua, peralatan
–peralatan dari batu dan kemudian mencoba memberi arti dari apa yang ditemukannya
itu. Pandangan yang lain mengasosiasikan Antropologi dengan teori Evolusi dan
mengenyampingkan kerja dari Sang Pencipta dalam mempelajari kemunculan dan
perkembangan mahluk manusia. Masyarakat yang mempunyai pandangan yang sangat
keras terhadap penciptaan manusia dari sudut agama kemudian melindungi
bahkan melarang anak-anak mereka dari Antroplogi dan doktrin-doktrinnya.
Bahkan masih banyak orang awam yang berpikir kalau Antropologi itu bekerja atau
meneliti orang-orang yang aneh dan eksotis yang tinggal di daerah-daerah yang
jauh dimana mereka masih menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang bagi masyarakat
umum adalah asing.
Semua pandangan tentang ilmu Antroplogi ini pada tingkat
tertentu ada benarnya, tetapi seperti ada cerita tentang beberapa orang buta yang
ingin mengetahui bagaimana bentuk seekor gajah dimana masing-masing orang hanya
meraba bagian-bagian tertentu saja sehingga anggapan mereka tentang bentuk
gajah itupun menjadi bermacam-macam, terjadi juga pada Antropologi. Pandangan
yang berdasarkan informasi yang sepotong-sepotong ini mengakibatkan kekurang
pahaman masyarakat awam tentang apa sebenarnya Antropologi itu. Antropologi
memang tertarik pada masa lampau. Mereka ingin tahu tentang asal-mula manusia
dan perkembangannya, dan mereka juga mempelajari masyarakat-masyarakat yang
masih sederhana (sering disebut dengan primitif). Tetapi sekarang Antropologi
juga mempelajari tingkah-laku manusia di tempat-tempat umum seperti di
restaurant, rumah-sakit dan di tempat-tempat bisnis modern lainnya. Mereka juga
tertarik dengan bentuk-bentuk pemerintahan atau negara modern yang ada sekarang
ini sama tertariknya ketika mereka mempelajari bentuk-bentuk pemerintahan yang
sederhana yang terjadi pada masa lampau atau masih terjadi pada
masyarakat-masyarakat di daerah yang terpencil.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah bagaimana perkembangan antropologi dalam kaitannya
dengan perkembangan budaya.
C. Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan
antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan budaya.
BAB II
KERANGKA TEORI
A.
Pengertian Antropologi
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti
"manusia", dan logos yang
berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis
sekaligus makhluk sosial, jadi antropologi adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari
ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat
istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu
antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan
masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik
beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Menurut William A. Haviland, antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta
untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Sedangkan David
Hunter
memberikan pendapatnya bahwa antropologi adalah ilmu yang lahir dari
keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia. Selanjutnya
Koentjaraningrat menyatakan antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat
manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana
antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi
keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku,
tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu
dengan yang lainnya berbeda-beda.
B. Pengertian Budaya
Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan
menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi
tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian
aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang
terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan
digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana
terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.
Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan
menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi
tingkah lakunya.
Sebagai pengetahuan, kebudayaan adalah suatu satuan ide yang
ada dalam kepala manusia dan bukan suatu gejala (yang terdiri atas kelakuan dan
hasil kelakuan manusia). Sebagai satuan ide, kebudayaan terdiri atas
serangkaian nilai-nilai, norma-norma yang berisikan larangan-larangan untuk
melakukan suatu tindakan dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan,
dan alam, serta berisi serangkaian konsep-konsep dan model-model pengetahuan
mengenai berbagai tindakan dan tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh
pendukungnya dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam.
Jadi nilai-nilai tersebut dalam penggunaannya adalah selektif sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi oleh pendukungnya.
Dari beberapa sisi, kebudayaan dapat dipandang sebagai: (1)
Pengetahuan yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan
tersebut; (2) Kebudayaan adalah milik masyarakat manusia, bukan daerah atau
tempat yang mempunyai kebudayaan tetapi manusialah yang mempunyai kebudayaan;
(3) Sebagai pengetahuan yang diyakini kebenarannya, kebudayaan adalah pedoman
menyeluruh yang mendalam dan mendasar bagi kehidupan masyarakat yang
bersangkutan; (4) Sebagai pedoman bagi kehidupan, kebudayaan dibedakan dari
kelakuan dan hasil kelakuan; karena kelakuan itu terwujud dengan mengacu atau
berpedoman pada kebudayaan yang dipunyai oleh pelaku yang bersangkutan.
C. Hubungan Antropologi dan Budaya
Kata
Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan Antropologi.
Secara pasti, Antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan
istilah ini. Seniman seperti penari atau pelukis juga memakai istilah ini atau
diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga mempunyai departemen
untuk ini. Konsep ini memang sangat sering digunakan oleh Antropologi dan telah
tersebar kemasyarakat luas bahwa Antropologi bekerja atau meneliti apa yang
sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh
Antropologi dalam pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para ahli Antropolgi
mempunyai pengertian yang sama tentang istilah tersebut. Seorang Ahli
Antropologi yang mencoba mengumpulkan definisi yang pernah dibuat mengatakan
ada sekitar 160 defenisi kebudayaan yang dibuat oleh para ahli Antropologi.
Tetapi dari sekian banyak definisi tersebut ada suatu persetujuan bersama
diantara para ahli Antropologi tentang arti dari istilah tersebut. Salah satu
definisi kebudayaan dalam Antropologi dibuat seorang ahli bernama Ralph Linton
yang memberikan defenisi kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan
dalam kehidupan sehari-hari: “Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari
masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang
dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”.
Jadi,
kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan. Istilah ini meliputi
cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari
kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk
tertentu.
Seperti
semua konsep-konsep ilmiah, konsep kebudayaan berhubungan dengan beberapa aspek
“di luar sana” yang hendak diteliti oleh seorang ilmuwan. Konsep-konsep
kebudayaan yang dibuat membantu peneliti dalam melakukan pekerjaannya sehingga
ia tahu apa yang harus dipelajari. Salah satu hal yang diperhatikan dalam
penelitian Antropologi adalah perbedaan dan persamaan mahluk manusia dengan
mahluk bukan manusia seperti simpanse atau orang-utan yang secara fisik banyak
mempunyai kesamaan-kesamaan. Bagaimana konsep kebudayaan membantu dalam
membandingkan mahluk-mahluk ini? Isu yang sangat penting disini adalah
kemampuan belajar dari berbagai mahluk hidup. Lebah melakukan aktifitasnya hari
demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun dalam bentuk yang sama. Setiap
jenis lebah mempunyai pekerjaan yang khusus dan melakukan kegiatannya secara
kontinyu tanpa memperdulikan perubahan lingkungan disekitarnya. Lebah pekerja
terus sibuk mengumpulkan madu untuk koloninya. Tingkah laku ini sudah
terprogram dalam gen mereka yang berubah secara sangat lambat dalam mengikuti
perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan tingkah laku lebah akhirnya harus
menunggu perubahan dalam gen nya. Hasilnya adalah tingkah-laku lebah menjadi
tidak fleksibel. Berbeda dengan manusia, tingkah laku manusia sangat fleksibel.
Hal ini terjadi karena kemampuan yang luar biasa dari manusia untuk
belajar dari pengalamannya. Benar bahwa manusia tidak terlalu istimewa dalam
belajar karena mahluk lainnya pun ada yang mampu belajar, tetapi kemampuan
belajar dari manusia sangat luar-biasa dan hal lain yang juga sangat penting
adalah kemampuannya untuk beradaptasi dengan apa yang telah dipelajari itu.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
Antropologi
Seperti halnya Sosiologi, Antropologi sebagai sebuah ilmu
juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya. Koentjaraninggrat
menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:
Sekitar
abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika,
Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka
banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah
petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun
jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan
suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut.
Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal
dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang
bangsa-bangsa.
Bahan
etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada
permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku
luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul
usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
Pada
fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan
berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu.
masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka
waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai
bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap
Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada
fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan
kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang
tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Pada
fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia,
Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut,
muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli,
pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta
hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa
berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk
itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa
di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan
pemerintah kolonial.
Pada
fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku
bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh
kebudayaan bangsa Eropa.
Pada
masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak
perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di
dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan,
kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun
pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa
untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut
berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap
bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.
Proses-proses
perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan
kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di
daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
Dalam kenyataannya, Antropologi mempelajari semua mahluk
manusia yang pernah hidup pada semua waktu dan semua tempat yang ada di muka
bumi ini. Mahluk manusia ini hanyalah satu dari sekian banyak bentuk mahluk
hidup yang ada di bumi ini yang diperkirakan muncul lebih dari 4 milyar tahun
yang lalu.
Antropologi bukanlah satu satunya ilmu yang
mempelajari manusia. Ilmu-ilmu lain seperti ilmu Politik yang mempelajari
kehidupan politik manusia, ilmu Ekonomi yang mempelajari ekonomi manusia atau
ilmu Fisiologi yang mempelajari tubuh manusia dan masih banyak lagi ilmuilmu
lain, juga mempelajari manusia. Tetapi ilmu-ilmu ini tidak mempelajari atau
melihat manusia secara menyeluruh atau dalam ilmu Antropologi disebut dengan
Holistik, seperti yang dilakukan oleh Antropologi. Antropologi berusaha untuk
melihat segala aspek dari diri mahluk manusia pada semua waktu dan di semua
tempat, seperti: Apa yang secara umum dimiliki oleh semua manusia? Dalam hal
apa saja mereka itu berbeda? Mengapa mereka bertingkah-laku seperti itu? Ini
semua adalah beberapa contoh pertanyaan mendasar dalam studi-studi Antropologi.
B.
Antropologi
Sosial-Budaya
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut
Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi.
Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau
tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan
yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran
mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa
yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh
manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana
bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya
dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang
oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan dari
kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat
besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi
Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi
kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang
kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari
bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi
yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada
kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk
spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan
cara belajar. Dia tidak diturunkan secara bilogis atau pewarisan melalui unsur
genetis. Hal ini perlu ditegaskan untuk membedakan perilaku manusia yang
digerakan oleh kebudayaan dengan perilaku mahluk lain yang tingkah-lakunya
digerakan oleh insting.
Ketika baru dilahirkan, semua tingkah laku manusia yang baru
lahir tersebut digerakkan olen insting dan naluri. Insting atau naluri ini
tidak termasuk dalam kebudayaan, tetapi mempengaruhi kebudayaan. Contohnya
adalah kebutuhan akan makan. Makan adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk
dalam kebudayaan. Tetapi bagaimana kebutuhan itu dipenuhi; apa yang dimakan,
bagaimana cara memakan adalah bagian dari kebudayaan. Semua manusia perlu
makan, tetapi kebudayaan yang berbeda dari kelompok-kelompoknya menyebabkan
manusia melakukan kegiatan dasar itu dengan cara yang berbeda. Contohnya adalah
cara makan yang berlaku sekarang. Pada masa dulu orang makan hanya dengan
menggunakan tangannya saja, langsung menyuapkan makanan kedalam mulutnya,
tetapi cara tersebut perlahan lahan berubah, manusia mulai menggunakan alat
yang sederhana dari kayu untuk menyendok dan menyuapkan makanannya dan sekarang
alat tersebut dibuat dari banyak bahan. Begitu juga tempat dimana manusia itu
makan. Dulu manusia makan disembarang tempat, tetapi sekarang ada tempat-tempat
khusus dimana makanan itu dimakan. Hal ini semua terjadi karena manusia
mempelajari atau mencontoh sesuatu yang dilakukan oleh generasi sebelumya atau
lingkungan disekitarnya yang dianggap baik dan berguna dalam hidupnya.
Sebaliknya kelakuan yang didorong oleh insting tidak
dipelajari. Semut semut yang dikatakan bersifat sosial tidak dikatakan memiliki
kebudayaan, walaupun mereka mempunyai tingkah-laku yang teratur. Mereka membagi
pekerjaannya, membuat sarang dan mempunyai pasukan penyerbu yang semuanya
dilakukan tanpa pernah diajari atau tanpa pernah meniru dari semut yang lain.
Pola kelakuan seperti ini diwarisi secara genetis.
C.
Pengaruh
Budaya Dalam Perkembangan Antropologi
Agar dapat dikatakan sebagai suatu kebudayaan,
kebiasaan-kebiasaan seorang individu harus dimiliki bersama oleh suatu kelompok
manusia. Para ahli Antropologi membatasi diri untuk berpendapat suatu kelompok
mempunyai kebudayaan jika para warganya memiliki secara bersama sejumlah
pola-pola berpikir dan berkelakuan yang sama yang didapat melalui proses
belajar.
Suatu kebudayaan dapat dirumuskan sebagai seperangkat
kepercayaan, nilai-nilai dan cara berlaku atau kebiasaan yang dipelajari dan
yang dimiliki bersama oleh para warga dari suatu kelompok masyarakat.
Pengertian masyarakat sendiri dalam Antropologi adalah sekelompok orang yang
tinggal di suatu wilayah dan yang memakai suatu bahasa yang biasanya tidak
dimengerti oleh penduduk tetangganya.
Dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan
sejumlah pola-pola budaya yang ideal dan pola-pola ini cenderung diperkuat
dengan adanya pembatasan-pembatasan kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal
itu memuat hal-hal yang oleh sebagian besar dari masyarakat tersebut diakui
sebagai kewajiban yang harus dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu.
Pola-pola inilah yang sering disebut dengan norma-norma, Walaupun kita semua
tahu bahwa tidak semua orang dalam kebudayaannya selalu berbuat seperti apa
yang telah mereka patokkan bersama sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab bila
para warga masyarakat selalu mematuhi dan mengikuti norma-norma yang ada pada
masyarakatnya maka tidak akan ada apa yang disebut dengan
pembatasan-pembatasan kebudayaan. Sebagian dari pola-pola yang ideal tersebut
dalam kenyataannya berbeda dengan perilaku sebenarnya karena pola-pola tersebut
telah dikesampingkan oleh cara-cara yang dibiasakan oleh masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Antropologi
adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat
istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu
antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan
masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi
tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan
sosialnya. Perkembangan antropologi terdiri atas 4 tahap yaitu ; 1)
Ø Fase
Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar
abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika,
Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka
banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah
petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun
jurnal perjalanan.
Ø Fase
Kedua (tahun 1800-an)
Pada
fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi
karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu.
masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka
waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai
bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap
Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Ø Fase
Ketiga (awal abad ke-20)
Pada
fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia,
Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut,
muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli,
pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta
hambatan-hambatan lain.
Ø Fase
Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada
fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku
bangsa asli yang dijajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh
kebudayaan bangsa Eropa.
B.
Saran
Antropologi
sangat besar peranannya dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga
diharapkan kepada kita semua untuk selalu mengembangkan wawasan dan memperdalam
pemahaman tentang kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan antropologi.
DAFTAR PUSTAKA
Green, E.C 1986 Practicing
Development Anthropology. Boulder and London: Westview
Leonard Seregar. 2002. Antorpologi
dan Konsep Kebudayaan. Universitas Cendrawasih Press. Jayapura.
Masinambow, E.K.M (Ed) 1997
Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia, Jakarta: Asosiasi Antropologi
Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia.
Rhoades, R.E 1986 Breaking New
Ground: Agricultural Anthropology. Dalam: Green Ed.
Suparlan, Pasurdi 1995 Antropologi
dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar