TUGAS MAKALAH
NAMA:
MUHAMMAD RIZKY
JUDUL:
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
MATA KULIAH:
SISTEM EKONOMI INDONESIA
JURUSAN:
ILMU PEMERINTAHAN
PERKEMBANGAN
PEREKONOMIAN INDONESIA
Permasalah ekonomi merupakan suatu
hal dasar yang sangat penting dalam tumbuh kembang suatu Negara, tidak pandang
bulu itu Negara dengan status Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang.
Pertumbuhan perekonomian suatu Negara yang akan menjadi penilai bagaimana
sebuah Negara tersebut
akan
berkembang. Dengan tingkat perekonomian yang berjalan dengan baik, maka dapat
dipastikan Negara tersebut akan semakin maju ke depannya. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan jika Negara-negara yang belum memaksimalkan perekonomiannya
akan menjadi sebuah Negara yang mapan ke depannya. Hal inilah yang sedang
dialami oleh Negara-negara sedang berkembang, tidak terkecuali Indonesia yang
notabenya adalah Negara berkembang dan secara terus menerus berusaha untuk
mebangkitkan perekonomian Indonesia melalui track record atau kebijakan
ekonomi yang tengah dilaksanakan.
Tahun ini, Indonesia telah dipimpin
ke dua kalinya oleh Susiolo Bambang Yudhoyono sebagai kepala Negara dalam kurun
waktu yang berturut-turut dalam dua kali masa jabatan. Dan pada masa jabatan ke
dua kalinya ini (2009-2014) masih menjadi menjadi tanda tanya besar tentang
nasib perekonomian Indonesia yang akan datang atau setelah akhir masa jabatan
Pak SBY kelak. Apakah akan membawa peningkatan dan kemajuan dalam perekonomian
Indonesia? Semakin memburuk, atau bahkan justru hasilnya akan tetap sama saja
dalam siklus ekonomi yang sebelum-sebelumnya?
Hal tersebut akan menjadi suatu
bahan diskusi yang cukup menarik ketika membahas perekonomian Indonesia di
setiap masa dengan berbagai model kepemimpinan dan juga berbagai kebijakan yang
diterapkan. Pemerintahan SBY-Boediono dengan model Kabinet Indonesia Berjatu
Jilid II mempunyai cerita tersendiri tentang pengembangan tingkat perekonomian
Indonesia. Dilangsir dalam situs resmi kepresidenan RI menyatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir (1998-2008),
pembangunan di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup signifikan dibandingkan
dengan perekonomian pada masa sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi, misalnya, pada
tahun 1998 minus 13.1 persen. Pada pemerintahan SBY (tahun 2004), pertumbuhan
ekonomi naik pesat menjadi 5.1 persen. Dan tahun 2008 diproyeksikan sebesar 6,4
persen. Cadangan devisa yang semula 33.8 miliar dolar AS, pada tahun 2008 naik
menjadi 69.1 persen. Tingkat kemiskinan juga terus berkurang. Pada tahun 1998, angka
kemiskinan mencapai 24.2 persen. Pada masa awal Presiden SBY, tingkat
kemiskinan ini turun menjadi 16.7 persen. Dan pada 2008 tinggal 15.4 persen
dari total penduduk Indonesia. Hutang kepada Dana Moneter Internasional (IMF)
dilunasi pada masa pemerintahan SBY. Sebagai buktinya, pada tahun 1998, hutang
Indonesia kepada IMF sebesar 9.1 miliar dolar AS. Pada tahun 2006, dua tahun
setelah memimpin Indonesia, Presiden SBY berhasil melunasi seluruh hutang
Indonesia sebesar 7.8 miliar dolar AS.
Akan tetapi hal itu masih dalam
perhitungan sampai pada tahun 2008, masih menyisakan tiga tahun lagi periode
pemerintahan SBY-Boediono. Selama kurun waktu tiga tahun lagi tidak menutup
kemungkinan akan terjadi suatu perkembangan yang akan terjadi di Indonesia ini,
terutama dalam pola perekonomiannya.
Dalam makalah ini mencoba untuk
menganalisis bagaimana sektor perekonomian Indonesia di akhir tahun 2014 atau
pada saat selesainya masa pemerintahan SBY-Boediono. Analisis ini berangkat
dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM) dan ketenagakerjaan sebagai salah satu
basis penguat ekonomi Indonesia yang juga patut diperhatikan dan di bahas lebih
lanjut.
Sumber Daya Manusia dan
Ketenagakerjaan
Sumber
Daya Manusia (SDM) adalah suatu potensi yang dimiliki oleh setiap manusia yang
perlu diolah dan dikembangkan agar nantinya dapat menjadi sebuah kekuatan dan
potensi untuk dapat melakukan pemenuhan kebutuhan hidup dan peningkatan
kemampuan atau skill agar terciptanya kesejahteraan hidup. Dalam lingkup SDM
terdapat poin tentang ketenagakerjaan. Berdasarkan pada UU no 13 tahun 2003
pasal 1 ayat 1 tentang ketenagakerjaan menjelaskan bahwa ketenagakerjaan adalah
segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja. Sedangakan untuk tenaga kerja sendiri berdasarkan UU no 13
tahun 2003 pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Dengan adanya SDM maupun tenaga kerja yang di miliki bangsa
Indonesia salah satu fungsinya adalah penambah tingkat perekonomian bangsa
dengan penghasilan yang didapat oleh mereka. Akan tetapi sangat disayangkan
ketika rendahnya kualitas SDM yang terjadi saat ini disebabkan oleh sistem
pendidikan dan pelatihan yang lebih berorientasi pada suppli driven
sehingga terjadi kesenjangan dan ketidakscocokan antara penawaran dengan
permintaan yang berdampak pada rendahnya produktivitas dan terjadinya
pengangguran yang semakin besar.
Hambatan SDM dan Ketenagakerjaan
dalam Peningkatan Ekonomi
Peningkatan pola perekonomian
Indonesia pada dasarnya sudah berada pada jalur yang benar di mana adanya
pengusahaan peningkatan siklus ekonomi yang lebih mapan. Akan tetapi tidak
menutup celah ketika ada beberapa aspek yang dapat menghambat laju perekonomian
Indonesia, dan aspek tersebut harus diperbaiki secara bertahap agar nantinya
dapat terselesaikan dengan baik. Salah satu aspek yang masih menjadi kendala
dalam pengambangan perekonomian nasional adalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan
juga ketenagakerjaan yang menyangkut pada pendapatan seseorang.
Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2011-2012 yang
dikeluarkan World Economic Forum, belum lama ini, peringkat daya saing RI turun
dari urutan 44 menjadi 46 dari 142 negara. Terkait efisiensi tenaga kerja, RI
menempati peringkat 94, sama dengan level kesiapan teknologi yang dianggap
masih lamban. Kadin menjelaskan bahwa strategi pembangunan ekonomi dan
investasi di Indonesia selama ini hanya memusatkan pada pertumbuhan ekonomi
berbasis modal, akan tetapi pada kenyataannya hal tersebut belum mampu
mengangkat masalah ketenagakerjaan terutama pada penciptaan kesempatan kerja,
pengurangan tingkat pengangguran dan juga pengentasan kemiskinan. Penyebabnya
dikarenakan Indonesia sebagai Negara yang memiliki tenaga kerja dengan jumlah
berlebih yang semua itu tidak dibarengi dengan pertumbuhan lapangan kerja yang
mampu menyerap para angkatan kerja. Dampaknya adalah terciptanya
ketidakmerataan dalam pertumbuhan ekonomi terutama dalam pengentasan kemiskinan
dan pengangguran.
Dalam permasalahan ketenagakerjaan
dapat dibagi menjadi beberapa pokok masalah yang saat ini tengah dihadapi oleh Indonesia dan
perlu adanya penangan yang lebih intens, diantaranya yaitu:
- Tingginya jumlah penggangguran secara massal
Masih
banyaknya tingkat pengangguran saat ini tidak terlepas dari persoalan
ketimpangan antara segi angkatan kerja dengan lapangan pekerjaan.
Penejelasannya adalah ketika setiap tahunnya angkatan kerja semakin bertambah
dengan jumlah yang besar, akan tetapi tidak disertai dengan penciptaan lapangan
kerja yang dapat menampung angkatan kerja yang ada. Maka imbasnya adalah
banyaknya tingkat pengangguran dari angktan kerja yang tidak terserap seacara
menyeluruh di lapangan pekerjaan yang telah ada.
Jumlah
angkatan kerja sampai pada bulan Agustus 2011 mencapai 117,37 juta orang
berkurang sekitar 2,0 juta orang dibanding angkatan kerja Februari 2011 sebesar
119,4 juta orang.dari total keseluruhan angkatan kerja baik yang bekerja
sebanyak 209,67 dan yang menganggur sebanyak 7,70. Sedangkan tingkat
pengangguran terbuka berjumlah 6,56% pada bulan Agustus 2011, turun sebesar
0,58% pada tahun sebelumnya di bulan Agustus 2010.
Tabel
Penduduk
Menurut Jenis Kegiatan Utama, 2010–2011
(juta
orang)
Jenis
Kegiatan Utama
|
2010
|
2011
|
||
Februari
|
Agustus
|
Februari
|
Agustus
|
|
1. Angkatan Kerja
Bekerja
Penganggur
|
116,00
107,41
8,59
|
116,53
108,21
8,32
|
119,40
111,28
8,12
|
117,37
109,67
7,70
|
2. Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (%)
|
67,83
|
67,72
|
69,96
|
68,34
|
3. Tingkat Pengangguran Terbuka
(%)
|
7,41
|
7,14
|
6,80
|
6,56
|
4. Pekerja tidak penuh
Setengah penganggur
Paruh waktu
|
32,80
15,27
17,53
|
33,27
15,26
18,01
|
34,19
15,73
18,46
|
34,59
13,52
21,06
|
Sumber: BPS (Keadaan Ketenagakerjaan
Agustus 2011)
Akan
menjadi momok ketika tingkat pengangguran yang masih tidak dapat dikatakan
sedikit ini pada akhirnya justru akan bertambah. Semakin meningkatnya jumlah
angkatan kerja jika tidak disertai dengan pengembangan dan perluasan lapangan
pekerjaan maka tingginya angka pengangguran juga tidak akan terelakan lagi.
- Rendahnya tingkat pendidikan
Jumlah
pengangguran yang masih muncuk tidak terlepas dari bagaimana posisi masyarakat
dalam tingkat pendidikan yang ditempuh. Dari data BPS tercatatat jumlah
pengangguran pada Agustus 2011 mencapai 7,7 juta orang atau 6,56 persen dari
total angkatan kerja. Secara umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cenderung
menurun, dimana TPT Agustus 2011 sebesar 6,56 persen turun dari TPT Februari
2011 sebesar 6,80 persen dan TPT Agustus 2010 sebesar 7,14 persen. Jika
dibandingkan keadaan Februari 2011, TPT pada hampir semua tingkat pendidikan
cenderung turun, kecuali TPT untuk tingkat pendidikan SD kebawah naik 0,19
persen, Sekolah Menengah Pertama naik 0,54 persen, dan Sekolah Menengah
Kejuruan yang juga mengalami kenaikan sebesar 0,43 persen. Pada Agustus 2011, TPT
untuk pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan masih
tetap menempati posisi tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 10,66 persen dan
10,43 persen.
Tabel
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan, 2010–2011
(persen)
Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
|
2010
|
2011
|
||
Februari
|
Agustus
|
Februari
|
Agustus
|
|
SD Ke Bawah
|
3,71
|
3,81
|
3,37
|
3,56
|
Sekolah Menengah Pertama
|
7,55
|
7,45
|
7,83
|
8,37
|
Sekolah Menengah Atas
|
11,90
|
11,90
|
12,17
|
10,66
|
Sekolah Menengah Kejuruan
|
13,81
|
11,87
|
10,00
|
10,43
|
Diploma I/II/III
|
15,71
|
12,78
|
11,59
|
7,16
|
Universitas
|
14,24
|
11,92
|
9,95
|
8,02
|
Jumlah
|
7,41
|
7,14
|
6,80
|
6,56
|
Sumber: BPS (Keadaan Ketenagakerjaan
Agustus 2011)
Banyaknya
tenaga kerja yang tidak terserap oleh lapangan pekerjaan yang menjadi salah
satu faktor utamanya juga karena tingkat pendidikan yang masih rendah dari para
angkatan kerja. Saat ini lapangan pekerjaan juga memperhitungkan aspek
pendidikan dari para tenaga kerja yang akan direkrut. Sehingga akan menciptakan
suatu kompetisi di mana para tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan yang
cukup akan menggeser kesempatan para tenaga kerja yang tidak memiliki tingkat
pendidikan yang cukup. Maka tidak dipungkiri jika hal ini juga menjadi polemik
permasalahan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia.
- Upah kurang layak
Banyak saat ini para tenaga kerja maupun SDM yang dimiliki
oleh Indonesia tidak mendapatakan kompensasi kerja yang layak untuk diberikan,
dalam artian tidak adanya keseimbangan dalam pemberian upah kerja dengan apa
yang telah dikerjakan ataupun proses kerja yang dilakukan. Ketimpangan dalam
hal upah dengan hasil kerja menjadi dilema tersendiri bagi para tenaga kerja,
karena seacara tidak langsung akan menimbulkan suatu bentuk eksploitasi dari
pihak pemilik modal kepada para pekerja.
Terdapat salah satu alasan mengapa sebuah fakta ini terus
terjadi. Salah satunya adalah tentang konstruksi seseorang karena sebuah
pekerjaan dan untuk pemenuhan hidup. Sesorang akan berusaha mendapatkan
pekerjaan untuk dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya, jadi walapun
pekerjaan tersebut mendapatkan upah yang cukup minim, akan tetapi untuk
pemenuhan hidup maka mau tidak mau mereka harus menerima. Dan sayangnya
Indonesia belum menetapkan UMR pada pekerja-pekerja selain buruh.
Sebagai contohnya dari Negara Korea
Selatan yang sangat sigap dalam permasalahan ketenagakerjaan. Adanya
permasalahan tentang biaya tenaga kerja, membuat Korea Selatan membentuk sebuah
kebijakan yang berupa forum tripartite yaitu perundingan anatara pihak
pengusaha dengan para pekerja untuk dapat menciptakan suatu konsensus demi
kebaikan bersama. Selain itu adanya kebijakan untuk mengakomodasi tenaga kerja
lepas (outsourcing) untuk menekan biaya produksi dan juga memberikan
uang pesangon (tunjangan akhir kerja) bagi para pekerja yang di PHK. Dengan hal
itu Korsel mampu untuk mengembalikan produktifitas perekonomian dan
meningkatkan daya saing hasil produksinya.
Masalah tersebut juga tidak terlepas
dari permasalahan perundang-undangan yang banyak memunculkan polemik antara
pengusaha maupun tenaga kerja. Permasalahan perundang-undangan akan
dikhawatirkan akan menjadi penghalang bagi terciptanya kondisi ketenagakerjaan
yang bisa bersifat produktif bagi pembangunan ekonomi nasional. Salah satu
Undang-Undang yang banyak menuai kritikan tentang pengaruh dari
perundang-undangan tentang ketenagakerjaan adalah dari UU no 13 tahun 2003.
Realitas saat ini, UU No 13/2003 sekarang ini menjadi UU
yang memberatkan kalangan pengusaha. Bahkan, kalangan pengusaha menilai UU itu
terlalu berpihak kepada buruh. Investor asing dan investor lokal juga menilai
UU itu sebagai penghambat masuknya investasi. UU No 13/2003 dinilai malapetaka
bagi pengusaha dan investor. Oleh karena itu, revisi UU itu dilakukan untuk
menekan biaya tinggi, menghindari pemutusan hubungan kerja yang lebih besar,
dan memperbaiki iklim investasi. Revisi UU memang diperlukan untuk memperbaiki iklim
investasi dan perekonomian bangsa. Hubungan industrial perlu dijaga agar pemberi
kerja dan buruh dapat bersinergi. Tanpa sinergi, sulit menemukan hubungan
industrial yang baik. Sementara itu negara lain terus maju mengembangkan
industri dan perdagangan.
Solusi
Permasalahan yang muncul di atas tidak akan terselesaikan
dengan baik tanpa adanya suatu solusi atau sebuah rekomnedasi yang diberikan
untuk menjadi acuan dalam perbaikan stabilitas ekonomi dalam berbagai aspek,
terutama dalam masalah ketenagakerjaan dan juga SDM yang menjadi pokok bahasan
dalam artikel ini. Solusi maupun rekomendasi patutnya harus dilaksanakan oleh
semua pihak. Pemerintah yang menjadi pengarah dan pembuat suatu kebijakan untuk
peningkatan kualitas perekonomian Indonesia bukan menjadi satu-satunya ujung
tombak yang terus-menerus harus dituntut untuk melakukan suatu perubahan. Akan
lebih baik ketika pemerintah tidak hanya berjalan sendiri, harus ada yang mampu
untuk mengiringi kebijakan-kebijakan yang telah ada, pengusaha dan masyarakat
adalah yang patut untuk mengiringi jalannya kebijakan pemerintah. Tidak hanya
merasakan tapi juga menjadi motor dari kebijakan tersebut.
Melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) /
Bappenas memperkirakan pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) akan mampu mendorong kemajuan
perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dalam penciptaan lapangan
pekerjaan. MP3EI diperkirakan dapat menciptakan sekitar 9.437.918 lapangan
pekerjaan di seluruh Indonesia. Lapangan kerja itu muncul dari realisasi
investasi senilai Rp. 3.775,9 triliun yang digagas dalam MP3EI. Jumlah lapangan
kerja yang dibagi atas kegiatan utama yaitu industri sebesar 4.371.770 lapangan
kerja dan kegiatan pendukung di sektor infrastruktur sebesar 4.975.400, dengan
estiminasi penyerapan tenaga kerja mencapai tiga juta di setiap tahunnya.
Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah untuk memberikan arah pembangunan
ekonomi Indonesia hingga 2025. Melalui percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi ini, perwujudan kualitas Pembangunan Manusia Indonesia sebagai bangsa
yang maju tidak saja melalui peningkatan pendapatan dan daya beli semata, namun
dibarengi dengan membaiknya pemerataan dan kualitas hidup seluruh bangsa. Sementara
itu, saat ini pemerintah tengah membuat peta kebutuhan tenaga kerja lulusan
sarjana dengan berbagai keahlian dan akan bekerja sama dengan sejumlah asosiasi
agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, pemerintah
tengah menjalankan program peningkatan sumber daya manusia dan iptek dalam
rangka Masterplan Percepatan Program Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
sebagai arah pembangunan ekonomi Indonesia
ke depan.
Dengan dilahirkannya Masterplan Percepatan Program
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), diharapkan Indonesia mampu menciptakan
tenaga kerja yang kompetitif, karena saat ini Indonesia membutuhkan
setidaknya 18 juta tenaga kerja baru di berbagai bidang pada 2025. kebutuhan
itu mengacu pada visi 2025 yang ditetapkan dalam MP3EI 2011-2025 yang memuat
sekitar 22 proyek ekonomi di enam koridor, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua dan Maluku. Sedangkan lulusan
perguruan tinggi di Indonesia untuk bidang studi khusus, seperti sarjana teknik
sangat terbatas, yakni sekitar 37.000 orang lulusan per tahun. Padahal,
menurutnya jumlah tersebut sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan jumlah
lulusan sarjana teknik dari China yang rata-rata per tahun sekitar 600.000
orang dan di India ada 450.000 orang per tahun.
Selain adanya rencana Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Kadin juga
memiliki rekomendasi harus adanya peningkatan kompensi tenaga kerja dalam
artian adanya sinkronisasi dan revitalisasi dari lembaga pendidikan dan
pelatihan, produktivitas, dan juga penempatan kerja. Pengembangan
kegiatan wirausaha yang dikhususkan terutama bagi para generasi muda yang
secara tidak langsung akan membawa dampak positif di mana adanya pembukaan
lapangan kerja baru dan juga dapat meningkatakan daya saing melalui kemunculan
wirausaha-wirausaha yang baru dan kompeten. Adanya relevansi sistem pendidikan
nasional yang berupa relevansi pendidikan dasar, menengah, tinggi dan non
formal dengan kebutuhan dunia usaha yang perlu untuk menjamin ketersediaan
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, serta memberikan
kesempatan tenaga kerja Indonesia berkompeten untuk menjadi pemilik di
negaranya sendiri.
Bahkan dari sebuah analisis salah
satu bank investasi terbesar di dunia, Morgan Stanley pada pertengahan tahun
lalu, memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi besar mencapai
7 persen dimulai pada tahun 2011. Posisi Indonesia akan sejajar dengan
negara-negara yang perekonomiannya tengah melejit, yaitu Brasil, Rusia, India,
dan China (BRIC). Dengan masuknya Indonesia, maka singkatan BRIC berubah
menjadi BRICI.
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini menurut
pandangan personal penulis berdasarkan permasalah yang diangkat dan solusi yang
kemudian ditawarkan, dalam makalah ini melihat bahwa adanya optimisme ketika
berbicara permasalahan pola perekonomian Indonesia pada akhir tahun 2014 (masa
akhir jabatan SBY-Boediono). Alasannya adalah Indonesia sejak dulu yang terus
berjibaku dengan siklus ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila yang seperti
ini, terutama dalam pembahasan tentang ketenagakerjaan dan SDM akan semakin
berada pada tantangan-tantangan yang semakin kompleks. Akan tetapi dengan sebuah
rekomendasi dan solusi dari sebuah permasalahan (ketenagakerjaan dan SDM) akan
mampu mengurangi permasalah di akhir tahun 2014 dan dengan peningkatan kualitas
ketenagakerjaan dan SDM mendatang akan meningkatkan perekonomian Indonesia.
Pada akhir 2014 jika dilihat dari
perkembangan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam penanganannya tentang
ketenagakerjaan dan juga SDM, pemerintah telah berupaya untuk mengurangi
tingkat pengangguran dan juga memperluas pembentukan lapangan pekerjaan yang
baru untuk dapat menyerap angkatan kerja yang masih belum terserap oleh
lapangan kerja yang sebelumnya.
Diiyakini Indonesia pada
pemerintahan kali ini akan membawa sebuah perkembangan dan siklus yang lebih
baik dalam bidang perekonomian Indonesia yang patutnya kali ini tidak akan
dipandang oleh sebelah mata bagi negara-nagara lain. Karena mulai saat ini
perekonomian Indonesia sudah mulai bangkit dan siap berkompetisi dengan negara
lain dalam hal satbilitas ekonomi politik bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar