Sabtu, 13 Juni 2015

Makalah Sistem Ekonomi Indonesia (Perkembangan Perekonomian Indonesia)



TUGAS MAKALAH




NAMA:
MUHAMMAD RIZKY
JUDUL:
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
MATA KULIAH:
SISTEM EKONOMI INDONESIA
JURUSAN:
ILMU PEMERINTAHAN



PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA


Permasalah ekonomi merupakan suatu hal dasar yang sangat penting dalam tumbuh kembang suatu Negara, tidak pandang bulu itu Negara dengan status Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang. Pertumbuhan perekonomian suatu Negara yang akan menjadi penilai bagaimana sebuah Negara tersebut
akan berkembang. Dengan tingkat perekonomian yang berjalan dengan baik, maka dapat dipastikan Negara tersebut akan semakin maju ke depannya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika Negara-negara yang belum memaksimalkan perekonomiannya akan menjadi sebuah Negara yang mapan ke depannya. Hal inilah yang sedang dialami oleh Negara-negara sedang berkembang, tidak terkecuali Indonesia yang notabenya adalah Negara berkembang dan secara terus menerus berusaha untuk mebangkitkan perekonomian Indonesia melalui track record atau kebijakan ekonomi yang tengah dilaksanakan.
Tahun ini, Indonesia telah dipimpin ke dua kalinya oleh Susiolo Bambang Yudhoyono sebagai kepala Negara dalam kurun waktu yang berturut-turut dalam dua kali masa jabatan. Dan pada masa jabatan ke dua kalinya ini (2009-2014) masih menjadi menjadi tanda tanya besar tentang nasib perekonomian Indonesia yang akan datang atau setelah akhir masa jabatan Pak SBY kelak. Apakah akan membawa peningkatan dan kemajuan dalam perekonomian Indonesia? Semakin memburuk, atau bahkan justru hasilnya akan tetap sama saja dalam siklus ekonomi yang sebelum-sebelumnya?
Hal tersebut akan menjadi suatu bahan diskusi yang cukup menarik ketika membahas perekonomian Indonesia di setiap masa dengan berbagai model kepemimpinan dan juga berbagai kebijakan yang diterapkan. Pemerintahan SBY-Boediono dengan model Kabinet Indonesia Berjatu Jilid II mempunyai cerita tersendiri tentang pengembangan tingkat perekonomian Indonesia. Dilangsir dalam situs resmi kepresidenan RI menyatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir (1998-2008), pembangunan di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup signifikan dibandingkan dengan perekonomian pada masa sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi, misalnya, pada tahun 1998 minus 13.1 persen. Pada pemerintahan SBY (tahun 2004), pertumbuhan ekonomi naik pesat menjadi 5.1 persen. Dan tahun 2008 diproyeksikan sebesar 6,4 persen. Cadangan devisa yang semula 33.8 miliar dolar AS, pada tahun 2008 naik menjadi 69.1 persen. Tingkat kemiskinan juga terus berkurang. Pada tahun 1998, angka kemiskinan mencapai 24.2 persen. Pada masa awal Presiden SBY, tingkat kemiskinan ini turun menjadi 16.7 persen. Dan pada 2008 tinggal 15.4 persen dari total penduduk Indonesia. Hutang kepada Dana Moneter Internasional (IMF) dilunasi pada masa pemerintahan SBY. Sebagai buktinya, pada tahun 1998, hutang Indonesia kepada IMF sebesar 9.1 miliar dolar AS. Pada tahun 2006, dua tahun setelah memimpin Indonesia, Presiden SBY berhasil melunasi seluruh hutang Indonesia sebesar 7.8 miliar dolar AS.
Akan tetapi hal itu masih dalam perhitungan sampai pada tahun 2008, masih menyisakan tiga tahun lagi periode pemerintahan SBY-Boediono. Selama kurun waktu tiga tahun lagi tidak menutup kemungkinan akan terjadi suatu perkembangan yang akan terjadi di Indonesia ini, terutama dalam pola perekonomiannya.
Dalam makalah ini mencoba untuk menganalisis bagaimana sektor perekonomian Indonesia di akhir tahun 2014 atau pada saat selesainya masa pemerintahan SBY-Boediono. Analisis ini berangkat dari aspek Sumber Daya Manusia (SDM) dan ketenagakerjaan sebagai salah satu basis penguat ekonomi Indonesia yang juga patut diperhatikan dan di bahas lebih lanjut.

Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah suatu potensi yang dimiliki oleh setiap manusia yang perlu diolah dan dikembangkan agar nantinya dapat menjadi sebuah kekuatan dan potensi untuk dapat melakukan pemenuhan kebutuhan hidup dan peningkatan kemampuan atau skill agar terciptanya kesejahteraan hidup. Dalam lingkup SDM terdapat poin tentang ketenagakerjaan. Berdasarkan pada UU no 13 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang ketenagakerjaan menjelaskan bahwa ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Sedangakan untuk tenaga kerja sendiri berdasarkan UU no 13 tahun 2003 pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Dengan adanya SDM maupun tenaga kerja yang di miliki bangsa Indonesia salah satu fungsinya adalah penambah tingkat perekonomian bangsa dengan penghasilan yang didapat oleh mereka. Akan tetapi sangat disayangkan ketika rendahnya kualitas SDM yang terjadi saat ini disebabkan oleh sistem pendidikan dan pelatihan yang lebih berorientasi pada suppli driven sehingga terjadi kesenjangan dan ketidakscocokan antara penawaran dengan permintaan yang berdampak pada rendahnya produktivitas dan terjadinya pengangguran yang semakin besar.

Hambatan SDM dan Ketenagakerjaan dalam Peningkatan Ekonomi
Peningkatan pola perekonomian Indonesia pada dasarnya sudah berada pada jalur yang benar di mana adanya pengusahaan peningkatan siklus ekonomi yang lebih mapan. Akan tetapi tidak menutup celah ketika ada beberapa aspek yang dapat menghambat laju perekonomian Indonesia, dan aspek tersebut harus diperbaiki secara bertahap agar nantinya dapat terselesaikan dengan baik. Salah satu aspek yang masih menjadi kendala dalam pengambangan perekonomian nasional adalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan juga ketenagakerjaan yang menyangkut pada pendapatan seseorang.
Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2011-2012 yang dikeluarkan World Economic Forum, belum lama ini, peringkat daya saing RI turun dari urutan 44 menjadi 46 dari 142 negara. Terkait efisiensi tenaga kerja, RI menempati peringkat 94, sama dengan level kesiapan teknologi yang dianggap masih lamban. Kadin menjelaskan bahwa strategi pembangunan ekonomi dan investasi di Indonesia selama ini hanya memusatkan pada pertumbuhan ekonomi berbasis modal, akan tetapi pada kenyataannya hal tersebut belum mampu mengangkat masalah ketenagakerjaan terutama pada penciptaan kesempatan kerja, pengurangan tingkat pengangguran dan juga pengentasan kemiskinan. Penyebabnya dikarenakan Indonesia sebagai Negara yang memiliki tenaga kerja dengan jumlah berlebih yang semua itu tidak dibarengi dengan pertumbuhan lapangan kerja yang mampu menyerap para angkatan kerja. Dampaknya adalah terciptanya ketidakmerataan dalam pertumbuhan ekonomi terutama dalam pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
Dalam permasalahan ketenagakerjaan dapat dibagi menjadi beberapa pokok masalah yang saat ini tengah dihadapi oleh Indonesia dan perlu adanya penangan yang lebih intens, diantaranya yaitu:
  1. Tingginya jumlah penggangguran secara massal
Masih banyaknya tingkat pengangguran saat ini tidak terlepas dari persoalan ketimpangan antara segi angkatan kerja dengan lapangan pekerjaan. Penejelasannya adalah ketika setiap tahunnya angkatan kerja semakin bertambah dengan jumlah yang besar, akan tetapi tidak disertai dengan penciptaan lapangan kerja yang dapat menampung angkatan kerja yang ada. Maka imbasnya adalah banyaknya tingkat pengangguran dari angktan kerja yang tidak terserap seacara menyeluruh di lapangan pekerjaan yang telah ada.
Jumlah angkatan kerja sampai pada bulan Agustus 2011 mencapai 117,37 juta orang berkurang sekitar 2,0 juta orang dibanding angkatan kerja Februari 2011 sebesar 119,4 juta orang.dari total keseluruhan angkatan kerja baik yang bekerja sebanyak 209,67 dan yang menganggur sebanyak 7,70. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka berjumlah 6,56% pada bulan Agustus 2011, turun sebesar 0,58% pada tahun sebelumnya di bulan Agustus 2010.

Tabel
Penduduk Menurut Jenis Kegiatan Utama, 2010–2011
(juta orang)
Jenis Kegiatan Utama
2010
2011
Februari
Agustus
Februari
Agustus
1. Angkatan Kerja
        Bekerja
        Penganggur 
116,00
107,41
8,59
116,53
108,21
8,32
119,40
111,28
8,12
117,37
109,67
7,70
2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
67,83
67,72
69,96
68,34
3. Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
7,41
7,14
6,80
6,56
4. Pekerja tidak penuh
       Setengah penganggur
       Paruh waktu
32,80
15,27
17,53
33,27
15,26
18,01
34,19
15,73
18,46
34,59
13,52
21,06
Sumber: BPS (Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2011)

Akan menjadi momok ketika tingkat pengangguran yang masih tidak dapat dikatakan sedikit ini pada akhirnya justru akan bertambah. Semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja jika tidak disertai dengan pengembangan dan perluasan lapangan pekerjaan maka tingginya angka pengangguran juga tidak akan terelakan lagi.

  1. Rendahnya tingkat pendidikan
Jumlah pengangguran yang masih muncuk tidak terlepas dari bagaimana posisi masyarakat dalam tingkat pendidikan yang ditempuh. Dari data BPS tercatatat jumlah pengangguran pada Agustus 2011 mencapai 7,7 juta orang atau 6,56 persen dari total angkatan kerja. Secara umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cenderung menurun, dimana TPT Agustus 2011 sebesar 6,56 persen turun dari TPT Februari 2011 sebesar 6,80 persen dan TPT Agustus 2010 sebesar 7,14 persen. Jika dibandingkan keadaan Februari 2011, TPT pada hampir semua tingkat pendidikan cenderung turun, kecuali TPT untuk tingkat pendidikan SD kebawah naik 0,19 persen, Sekolah Menengah Pertama naik 0,54 persen, dan Sekolah Menengah Kejuruan yang juga mengalami kenaikan sebesar 0,43 persen. Pada Agustus 2011, TPT untuk pendidikan Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan masih tetap menempati posisi tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 10,66 persen dan 10,43 persen.


Tabel
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2010–2011
(persen)
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
2010
2011
Februari
Agustus
Februari
Agustus
SD Ke Bawah
3,71
3,81
3,37
3,56
Sekolah Menengah Pertama
7,55
7,45
7,83
8,37
Sekolah Menengah Atas
11,90
11,90
12,17
10,66
Sekolah Menengah Kejuruan
13,81
11,87
10,00
10,43
Diploma I/II/III
15,71
12,78
11,59
7,16
Universitas
14,24
11,92
9,95
8,02
Jumlah
7,41
7,14
6,80
6,56
Sumber: BPS (Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2011)

Banyaknya tenaga kerja yang tidak terserap oleh lapangan pekerjaan yang menjadi salah satu faktor utamanya juga karena tingkat pendidikan yang masih rendah dari para angkatan kerja. Saat ini lapangan pekerjaan juga memperhitungkan aspek pendidikan dari para tenaga kerja yang akan direkrut. Sehingga akan menciptakan suatu kompetisi di mana para tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup akan menggeser kesempatan para tenaga kerja yang tidak memiliki tingkat pendidikan yang cukup. Maka tidak dipungkiri jika hal ini juga menjadi polemik permasalahan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia.




  1. Upah kurang layak
Banyak saat ini para tenaga kerja maupun SDM yang dimiliki oleh Indonesia tidak mendapatakan kompensasi kerja yang layak untuk diberikan, dalam artian tidak adanya keseimbangan dalam pemberian upah kerja dengan apa yang telah dikerjakan ataupun proses kerja yang dilakukan. Ketimpangan dalam hal upah dengan hasil kerja menjadi dilema tersendiri bagi para tenaga kerja, karena seacara tidak langsung akan menimbulkan suatu bentuk eksploitasi dari pihak pemilik modal kepada para pekerja.
Terdapat salah satu alasan mengapa sebuah fakta ini terus terjadi. Salah satunya adalah tentang konstruksi seseorang karena sebuah pekerjaan dan untuk pemenuhan hidup. Sesorang akan berusaha mendapatkan pekerjaan untuk dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya, jadi walapun pekerjaan tersebut mendapatkan upah yang cukup minim, akan tetapi untuk pemenuhan hidup maka mau tidak mau mereka harus menerima. Dan sayangnya Indonesia belum menetapkan UMR pada pekerja-pekerja selain buruh.
Sebagai contohnya dari Negara Korea Selatan yang sangat sigap dalam permasalahan ketenagakerjaan. Adanya permasalahan tentang biaya tenaga kerja, membuat Korea Selatan membentuk sebuah kebijakan yang berupa forum tripartite yaitu perundingan anatara pihak pengusaha dengan para pekerja untuk dapat menciptakan suatu konsensus demi kebaikan bersama. Selain itu adanya kebijakan untuk mengakomodasi tenaga kerja lepas (outsourcing) untuk menekan biaya produksi dan juga memberikan uang pesangon (tunjangan akhir kerja) bagi para pekerja yang di PHK. Dengan hal itu Korsel mampu untuk mengembalikan produktifitas perekonomian dan meningkatkan daya saing hasil produksinya.
Masalah tersebut juga tidak terlepas dari permasalahan perundang-undangan yang banyak memunculkan polemik antara pengusaha maupun tenaga kerja. Permasalahan perundang-undangan akan dikhawatirkan akan menjadi penghalang bagi terciptanya kondisi ketenagakerjaan yang bisa bersifat produktif bagi pembangunan ekonomi nasional. Salah satu Undang-Undang yang banyak menuai kritikan tentang pengaruh dari perundang-undangan tentang ketenagakerjaan adalah dari UU no 13 tahun 2003.
Realitas saat ini, UU No 13/2003 sekarang ini menjadi UU yang memberatkan kalangan pengusaha. Bahkan, kalangan pengusaha menilai UU itu terlalu berpihak kepada buruh. Investor asing dan investor lokal juga menilai UU itu sebagai penghambat masuknya investasi. UU No 13/2003 dinilai malapetaka bagi pengusaha dan investor. Oleh karena itu, revisi UU itu dilakukan untuk menekan biaya tinggi, menghindari pemutusan hubungan kerja yang lebih besar, dan memperbaiki iklim investasi. Revisi UU memang diperlukan untuk memperbaiki iklim investasi dan perekonomian bangsa. Hubungan industrial perlu dijaga agar pemberi kerja dan buruh dapat bersinergi. Tanpa sinergi, sulit menemukan hubungan industrial yang baik. Sementara itu negara lain terus maju mengembangkan industri dan perdagangan.



Solusi
Permasalahan yang muncul di atas tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya suatu solusi atau sebuah rekomnedasi yang diberikan untuk menjadi acuan dalam perbaikan stabilitas ekonomi dalam berbagai aspek, terutama dalam masalah ketenagakerjaan dan juga SDM yang menjadi pokok bahasan dalam artikel ini. Solusi maupun rekomendasi patutnya harus dilaksanakan oleh semua pihak. Pemerintah yang menjadi pengarah dan pembuat suatu kebijakan untuk peningkatan kualitas perekonomian Indonesia bukan menjadi satu-satunya ujung tombak yang terus-menerus harus dituntut untuk melakukan suatu perubahan. Akan lebih baik ketika pemerintah tidak hanya berjalan sendiri, harus ada yang mampu untuk mengiringi kebijakan-kebijakan yang telah ada, pengusaha dan masyarakat adalah yang patut untuk mengiringi jalannya kebijakan pemerintah. Tidak hanya merasakan tapi juga menjadi motor dari kebijakan tersebut.
Melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Bappenas memperkirakan pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) akan mampu mendorong kemajuan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dalam penciptaan lapangan pekerjaan. MP3EI diperkirakan dapat menciptakan sekitar 9.437.918 lapangan pekerjaan di seluruh Indonesia. Lapangan kerja itu muncul dari realisasi investasi senilai Rp. 3.775,9 triliun yang digagas dalam MP3EI. Jumlah lapangan kerja yang dibagi atas kegiatan utama yaitu industri sebesar 4.371.770 lapangan kerja dan kegiatan pendukung di sektor infrastruktur sebesar 4.975.400, dengan estiminasi penyerapan tenaga kerja mencapai tiga juta di setiap tahunnya.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah untuk memberikan arah pembangunan ekonomi Indonesia hingga 2025. Melalui percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi ini, perwujudan kualitas Pembangunan Manusia Indonesia sebagai bangsa yang maju tidak saja melalui peningkatan pendapatan dan daya beli semata, namun dibarengi dengan membaiknya pemerataan dan kualitas hidup seluruh bangsa. Sementara itu, saat ini pemerintah tengah membuat peta kebutuhan tenaga kerja lulusan sarjana dengan berbagai keahlian dan akan bekerja sama dengan sejumlah asosiasi agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, pemerintah tengah menjalankan program peningkatan sumber daya manusia dan iptek dalam rangka Masterplan Percepatan Program Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai arah pembangunan ekonomi Indonesia ke depan.
Dengan dilahirkannya Masterplan Percepatan Program Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), diharapkan Indonesia mampu menciptakan tenaga kerja yang kompetitif, karena saat  ini Indonesia membutuhkan setidaknya 18 juta tenaga kerja baru di berbagai bidang pada 2025. kebutuhan itu mengacu pada visi 2025 yang ditetapkan dalam MP3EI 2011-2025 yang memuat sekitar 22 proyek ekonomi di enam koridor, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua dan Maluku. Sedangkan  lulusan perguruan tinggi di Indonesia untuk bidang studi khusus, seperti sarjana teknik sangat terbatas, yakni sekitar 37.000 orang lulusan per tahun. Padahal, menurutnya jumlah tersebut sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan jumlah lulusan sarjana teknik dari China yang rata-rata per tahun sekitar 600.000 orang dan di India ada 450.000 orang per tahun.
Selain adanya rencana Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Kadin juga memiliki rekomendasi harus adanya peningkatan kompensi tenaga kerja dalam artian adanya sinkronisasi dan revitalisasi dari lembaga pendidikan dan pelatihan, produktivitas, dan juga penempatan kerja.  Pengembangan kegiatan wirausaha yang dikhususkan terutama bagi para generasi muda yang secara tidak langsung akan membawa dampak positif di mana adanya pembukaan lapangan kerja baru dan juga dapat meningkatakan daya saing melalui kemunculan wirausaha-wirausaha yang baru dan kompeten. Adanya relevansi sistem pendidikan nasional yang berupa relevansi pendidikan dasar, menengah, tinggi dan non formal dengan kebutuhan dunia usaha yang perlu untuk menjamin ketersediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, serta memberikan kesempatan tenaga kerja Indonesia berkompeten untuk menjadi pemilik di negaranya sendiri.
Bahkan dari sebuah analisis salah satu bank investasi terbesar di dunia, Morgan Stanley pada pertengahan tahun lalu, memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi besar mencapai 7 persen dimulai pada tahun 2011. Posisi Indonesia akan sejajar dengan negara-negara yang perekonomiannya tengah melejit, yaitu Brasil, Rusia, India, dan China (BRIC). Dengan masuknya Indonesia, maka singkatan BRIC berubah menjadi BRICI.

Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini menurut pandangan personal penulis berdasarkan permasalah yang diangkat dan solusi yang kemudian ditawarkan, dalam makalah ini melihat bahwa adanya optimisme ketika berbicara permasalahan pola perekonomian Indonesia pada akhir tahun 2014 (masa akhir jabatan SBY-Boediono). Alasannya adalah Indonesia sejak dulu yang terus berjibaku dengan siklus ekonomi kerakyatan berdasarkan Pancasila yang seperti ini, terutama dalam pembahasan tentang ketenagakerjaan dan SDM akan semakin berada pada tantangan-tantangan yang semakin kompleks. Akan tetapi dengan sebuah rekomendasi dan solusi dari sebuah permasalahan (ketenagakerjaan dan SDM) akan mampu mengurangi permasalah di akhir tahun 2014 dan dengan peningkatan kualitas ketenagakerjaan dan SDM mendatang akan meningkatkan perekonomian Indonesia.
Pada akhir 2014 jika dilihat dari perkembangan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam penanganannya tentang ketenagakerjaan dan juga SDM, pemerintah telah berupaya untuk mengurangi tingkat pengangguran dan juga memperluas pembentukan lapangan pekerjaan yang baru untuk dapat menyerap angkatan kerja yang masih belum terserap oleh lapangan kerja yang sebelumnya.
Diiyakini Indonesia pada pemerintahan kali ini akan membawa sebuah perkembangan dan siklus yang lebih baik dalam bidang perekonomian Indonesia yang patutnya kali ini tidak akan dipandang oleh sebelah mata bagi negara-nagara lain. Karena mulai saat ini perekonomian Indonesia sudah mulai bangkit dan siap berkompetisi dengan negara lain dalam hal satbilitas ekonomi politik bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar